RSS

A Little Talk With My Inner Self

Today, the school invited a shrink for us teachers. Later on, the shrink advised me not to be too hard on myself. I think she really got me there. Though I hate to admit it, I did pay a lot of attention to what the surroundings been saying lately. All of those" supposed-to-be-funny" jokes about my physical appearances really started to take over my confidence. You know how it is, when it gets too much, it really isn't funny anymore.

Truth is, I gained lots of weight over the years. I used to wear a twenty-seven. Now, I barely even close to size twenty-nine. Shitty, but I didn't really mind the changes. Well, as long as I am healthy therefore I am happy. At least, I thought so. 

There is too much pressure though. My surroundings kept on nagging as if I am that big. Some calling me names which once again, supposed-to-be-funny. And, lately, it got to the point where I had enough of it. I hate myself. I hate my body. I hate the way I look. I hate it all.

It was also hard when technology keeps helping me not to be satisfied with myself. It was like seducing me to do this, do that, reduce this, more of that. I barely had a selfie which I didn't re-touch and gave a whole new look. I hated it. Really. It was upsetting and disturbing. Even worst, the surroundings kept on going, nagging, mocking, repeating, brainwashing.

Then, I just had enough. Couldn't take it any longer. So, I was having a little talk with my inner self. Asking questions like: 

"Am I that big?" 
"Am I that chubby?" 
"Seriously, am I really really ugly?"

Then again, after some thinking and re-thinking, I came up with a decision. I need to stop listening to my surroundings. I just shut it out. Leave it out. Just hang out with people I know best and know me best. That way, I should be happier, shouldn't I?

Yes! I Have Voted!

I have never cared about GEs to begin with. However, this year is quite the contrary. I voted and totally proud that I did so.

FYI, this year Indonesia voted the nation's seventh president. There are two candidates: Mr. Prabowo and Mr. Jokowi. Each has their own masses who makes this year's election quite interesting to watch and keep up with. By that, I am actually referring to the political dramas slash soap operas. ��

So anyway, I am not a fanatic person but I do know that one candidate is better than the other in a lot of terms ( do note that this is a subjective point of view of mine ). Therefore at about twelve, I went to the TPS and yes, I casted my vote!

May the best man stands out!

Book Review: My Sister's Keeper


Judul Buku : My Sister's Keeper Penulis : Jodi Picould Penerbit : Washington Square PressTahun Terbit : 2005





My Sister's Keeper oleh Jodi Picould adalah sebuah novel tragis yang akan membuat siapa pun yang membacanya berpikir mengenai cinta dan etika dalam keluarga. Namun, sebelum Saya mereview novel ini lebih lanjut, marilah kita lihat sejenak kata-kata yang ditorehkan untuk menemani gambar sampul yang memberikan kesan “galau”.
“The only way to save your daughter is to sacrifice her sister. What would you do?”


Kalimat tersebut membuat Saya merenung. Apa sih yang akan Saya temukan dalam buku ini? Jujur, jika benar Saya harus dihadapkan pada hal tersebut, Saya akan sangat merasa bingung, sedih, dan marah. Ditambah, sebagai orang tua, apakah Saya boleh memilih anak mana yang paling Saya sukai? Kemudian, setelah mempersiapkan diri, Saya mulai memberanikan diri membaca novel ini.

My Sister's Keeper menceritakan tentang kehidupan keluarga Fitzgerald dengan tiga orang anaknya, Jess, Kate, dan Anna. Ketika Kate didiagnosa menderita leukemia langka saat usianya dua tahun, keluarga tersebut mulai berhadapan dengan masa depan. Ya, masa depan! Masa depan itu pun dihadirkan karena sebuah keputusan: membuat seorang anak lagi yang dirancang khusus untuk memberikan apa yang dibutuhkan Kate di masa depan.

Kedengarannya saja sudah sangat ironis. Orang tua macam apa yang mau melahirkan seorang anak hanya untuk menjadi suku cadang tambahan bila nantinya suku cadang anak mereka rusak. Lalu, yang semakin mempermainkan emosi Saya sebagai pembaca, Anna, begitulah ia disapa, mengetahui kalau keberadaannya di dunia hanyalah sebagai pabrik suku cadang bagi kakaknya.
“See, unlike the rest of the free world, I didn’t get here by accident. And if your parents have you for a reason then that reason better exist. Because once it’s gone, so are you.
Perasaan itulah yang kemudian membuat Anna berontak. Bayangkan saja, dari kecil ia sudah kehilangan kebebasan untuk melakukan hal yang disukainya hanya karena ia harus berada di rumah sakit untuk Kate. Dan, yang paling menyedihkan adalah ia harus berhadapan dengan jarum suntik sampai harus merasakan sakitnya prosedur penarikan sumsum tulang. Tak tahan lagi, Anna yang berusia 13 tahun mencari pengacara dan menuntut orang tuanya lewat jalur hukum. Ia menginginkan satu hal, hak atas tubuhnya sendiri. 

Suatu hal yang  menarik buat Saya adalah bahwa novel ini ditulis dari berbagai sudut pandang: sudut pandang Anna, Sarah, Brian, Jesse (kakak laki-laki Anna), Campbell (Pengacara Anna) dan Julia (the GED). Semakin menarik, narasi Kate hanya ada pada bagian akhir cerita dan narasi Sarah selalu diberikan dalam bentuk kilasan balik. Dengan banyaknya sudut pandang itu, kelebihan dari novel ini adalah kita dapat merasakan emosi setiap tokohnya melalui cerita mereka masing-masing. Sebagai contoh, ketika membaca dari sudut pandang Anna, Saya merasa sangat membenci Sarah dan mengerti mengapa Anna menuntut haknya. Sementara itu, dari narasi yang diberikan Sarah, Saya merasa sadar betapa sulitnya menyelamatkan semua anaknya, baik secara fisik maupun mental. 

Dari sudut pandang yang beranekaragam itu, pembaca akan dihadapkan pada putaran-putaran yang "membingungkan" namun membuat semakin penasaran. Misalnya, pada awal cerita situasinya terasa sangat jelas – bahwa Sarah salah dan Anna benar. Nah, semakin dalam membaca, rasanya Saya terombang-ambing dan semakin bingung siapa yang benar dan siapa yang salah. Lalu kemudian, Saya akan bertanya-tanya, bagaimanakah akhir dari kisah keluarga Fitzgerald ini?

Terakhir, My Sister's Keeper merupakan novel penuh konflik keluarga yang akan membuat pembacanya hanyut dalam berbagai emosi: sedih, kesal, dan terharu. Jujur, novel ini mebuat Saya berderai-derai air mata. Jadi, bila Anda berniat untuk membacanya, sebaiknya persiapkan peralatan tempur berupa tissue atau sapu tangan.