RSS

Chapter 1 : Trevyne

"Class is over!" seruku senang sambil menenteng buku-buku bacaan 'ajaib' yang ditugaskan oleh Mr. H, kependekan dari Hector, guru sejarah kami.

"Hai T!" sapa Nila, sahabatku sejak kepindahanku ke New York dua tahun yang lalu.

Sebelumnya, keluargaku tinggal di London dan karena ayahku sedang sibuk dengan perluasan jaringan bisnis properti dan hotel bintang lima-nya di Amerika Serikat, kami semua terpaksa pindah ke kota ini. Ibuku sendiri tidak keberatan dengan ide ini. Dengan pekerjaannya sebagai bintang film, ia pun ingin "meng-Hollywood-kan" dirinya. Padahal kalau dipikir-pikir, New York itu nggak dekat loh dari California.

Kuperhatikan dandanannya hari ini. Kemeja putih lengan pendek, rok mini kotak-kotak merah hitam, dan flatt shoes merah tua. Sangat rapih dan terkesan sangat manis. Melihatnya seperti itu, siapa sangka jika Nila adalah anak perempuan bintang rock terkenal lintas generasi, Gareth Monterrey.

"Gila, bukunya banyak amat!" serunya membuyarkan lamunanku.

Memang, tugas-tugas sejarah yang harus kubaca amat sangat banyak. Terimakasih banyak pada partnerku, si bintang olahraga tanpa otak, Devon Jones, yang sudah memberikan kontribusi terbesar berupa komentar tidak lucu yang membuat kami berdua ketiban oleh-oleh esay 200 kata mengenai Peradaban Suku Indian di Amerika.

"Yah, ini semua berkat Davey Jones," jawabku singkat seraya menjejalkan buku-buku itu ke dalam lokerku. "Yuk, kita cari makan siang?!" lanjutku mengingat cacing-cacing di perutku sudah hendak mati kelaparan.

Tiba-tiba, Nila berseru, "Hey T, ada kertas jatuh!" seraya mengambil sebuah kertas putih yang terjatuh dari salah satu buku sejarahku.

"Untuk Miss Trevyn Maxwell..." bacaku sambil setengah tak percaya bahwa kertas yang terlipat rapi itu untukku.

Kubuka lipatannya dan kubaca tulisannya, "Please do check your e-mail."

Hanya itu. Tidak ada yang lain lagi. Apakah ini semacam lelucon? Langsung saja pikiranku melayang pada anak-anak populer yang tidak bisa melihat orang lain tentram dan damai. Tempat sampah? Ya! Tempat yang cocok untuk kertas nggak penting ini.

---

Jam menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Rumahku terasa sepi sekali. Ayahku masih berada di kantornya untuk lembur dan ibuku sedang shooting film terbarunya. Memang, aAkhir-akhir ini aku jarang sekali berjumpa dengan keduanya. Dan kuberitahu saja, jadi anak tunggal itu sungguh tidak enak rasanya.

Dan, di sinilah aku, di ruang terbuka yang didesain sebagai semacam "kebun" yang dilengkapi dengan kolam renang dan mini bar tempat keluarga kami mengadakan pesta outdoor. Kenapa kubilang semacam "kebun"? Well, itu karena Penthouse tempat kami tinggal ini terletak di lantai 50 gedung apartemen keluarga kami, the Maxwell Plaza. Jadi wajar saja kan kalau kami tidak memiliki kebun sebenarnya yang dapat digunakan untuk pesta kebun.

Kulemparkan pandangan ke luar pagar pembatas. Jauh di bawah sana, terlihat pemandangan kota New York yang masih saja sibuk dengan lalu lintasnya. Dan harus kutambahkan, dari ketinggian ini, semua tampak lebih indah dari yang seharusnya.

Tiba-tiba saja aku teringat kembali adegan tadi siang di sekolah. Kau ingat kan? Tentang surat dan e-mail itu. Rasa penasaran seolah menguasai benakku. Kubulatkan tekat. Aku akan membukanya.

Aku segera memasuki kamarku dan duduk di ruang tamu mini di dalam kamarku. Yang kumaksud dengan ruang tamu mini sebenarnya adalah beberapa bantal besar dan meja kayu pendek yang disusun di atas sebuah karpet empuk berukuran sedang di depan perapian. Kunyalakan laptop putihku yang terletak di atas meja dan segera kubuka inbox-ku.

Kubaca satu persatu surat yang masuk. Beberapa e-mail dari teman-teman lama dan itu dia. Sebuah e-mail dengan pengirim bernama Mr. E Us. Oke, sebuah nama samaran yang sepertinya kurang kreatif. Semoga saja isinya bukan iklan obat pelangsing badan atau penggelap kulit.

"Dear Ms. Trevyne Maxwell, senyummu sungguh menawan," bacaku.

Percaya atau tidak, isi e-mail itu hanya sebaris kalimat tersebut. Hanya itu! Shocking! Orang macam apa yang akan menulis surat sependek ini? Memangnya dia pikir ini DM Twitter dimana kau hanya dapat menulis pesan singkat saja. Baiklah, mungkin ini memang semacam lelucon.

---

"Baiklah, jadi menurutmu dia itu orang iseng atau semacam penguntit?" Nila mengomentari ceritaku tentang e-mail tadi malam saat makan siang kami.

"Menurutmu?" tanyaku singkat sambil membuka kaleng Coke-ku.

"Hmm... menurutku itu cukup romantis," jawabnya dan pada saat ini aku benar-benar tak percaya kalimat itu keluar dari mulutnya. "Yah... maksudku, sejauh ini sih masih masuk dalam kategori romantis. Siapa tahu besok kau akan menemukan seikat bunga, sebungkus coklat, atau bahkan gitar listrik dalam lokermu," lanjutnya polos.

Nila memang terlihat sangat prep tapi sebenarnya dia sangat tergila-gila pada gitar. Bisa dibilang kalau gitar adalah pacar nomer satunya. Sejauh ini dia telah mengoleksi 20 buah gitar dan beberapa di antaranya adalah bekas milik musisi legendaris. Jadi jangan heran bila gitar listrik masuk dalam salah satu kejutan romantis dari pacarmu versi Nila Monterrey.

"Jadi menurutmu aku harus mengikuti permainannya?" tanyaku.

"Yah, kau kan tak suka cerita cinta yang biasa-biasa saja. Mungkin saja kali ini kau menemukan pangeran kodokmu," ujarnya serius.

Aku hanya diam dan menggerogoti grilled cheese sandwhich-ku. Mungkin Nila benar. Tapi awas saja jika ternyata ini hanya lelucon belaka. You ain't messin' with Mizz T, brotha!

Hufftttt.

---

2 comments:

chokoreccho said...

me want more~

-fairyfloss- said...

semangatttt :p

Post a Comment